Putra Rajawali Kencana: Beban logistik RI tinggi, 60% dari total beban langsung

Tanggal

13 Oct 2020

Kategori

Bisnis

Dilansir Oleh

Bagikan




Biaya logistik di Indonesia masih sangat tinggi. Hal tersebut diakui PT Putra Rajawali Kencana Tbk yang mana biaya logistik mencapai 60% dari total beban langsung perusahaan.

Direktur Utama Putra Rajawali Kencana Ariel Wibisono menyebutkan pada realitanya, ada beberapa pos biaya operasional yang bersifat tidak terukur.

Biaya tersebut meliputi biaya bongkar dan muat barang, biaya menginap akibat terkendala proses bongkar muat, biaya infrastruktur daerah yang belum terkoneksi di tingkat Kecamatan, Kabupaten, dan Kotamadya (kelas jalan), dan biaya sarana dan prasarana akibat masih minim infrastruktur fasilitas pendukung seperti lahan parkir, dan fasilitas pendukung mengakibatkan angka kecelakaan, serta biaya pungutan liar tidak terkontrol.

"Biaya logistik di dalam perusahaan merupakan hal yang sangat besar mencapai 60% beban langsung, belum termasuk biaya penyusutan aset-aset," terangnya kepada kontan.co.id, Senin (12/10).

Lebih lanjut, kendala dari infrastruktur sendiri terlihat dari rata-rata biaya pengiriman perusahaan. Ia menjelaskan rata-rata biaya antar Pulau Jawa, tergantung project dan jalur distribusi. Pada tingkat antar provinsi atau antar kabupaten perkiraan biaya sebesar Rp 3 juta - Rp 4juta. Sedangkan biaya antar pulau masih tergolong mahal, dikarenakan membutuhkan jaring transportasi dan moda pendukung lainnya seperti kapal laut sehingga biaya pengiriman antar pulau berkisar Rp 10 juta - Rp 15 juta.

Selain itu, perusahaan juga melihat banyaknya tantangan dalam upayanya mereduksi ongkos logistik. Ariel mengaku tantangan yang dihadapi saat ini adalah infrastruktur dan pemilihan aset yang tepat guna seperti: alat angkut, aset SDM, serta aset pendukung yaitu sistem dan teknologi yang mendukung terciptanya integrasi aset-aset menjadi sebuah aset management system yang terkontrol melalui data yang terukur.

Hal tersebut beriringan dengan upaya yang sedang dilakukan perusahaan. "Kami membentuk modul-modul untuk menciptakan utilisasi produktivitas aset yang optimal, serta menerapkan biaya yang bersifat variabel menjadi fixed cost supaya terukur dengan pemilihan aset yang tepat dan perbaikan sistem management yang berkesinambungan," jelasnya.

Melalui sistem tersebut Ariel berharap bisa mengukur tingkat produktivitas aset perseroan, sehingga waktu dan biaya depresiasi lebih bisa dihitung secara cermat di dalam biaya maintenance ataupun perawatan aset-aset.

Pemerintah sendiri mengakui bahwa biaya logistik yang tinggi turut membebani neraca transaksi berjalan mencapai 23,5% PDB. Berdasarkan World Bank Logistic Performance Index Indonesia berada di posisi 46, tertinggal dari Malaysia di peringkat 41, Vietnam 39, Thailand 32, dan Singapura 7.

Pemerintah dalam upaya berusaha juga sampai mengebut UU Cipta Kerja. Ariel menyebutkan saat ini perusahaan masih mempelajari benefit dan advantage yang berdampak positif di dalam kinerja perseroan ke depan.

"Namun, insentif pajak dengan UU omnibus law, dengan menjadi perusahaan terbuka jelas membantu memperingan perihal pajak Pph Badan," tutupnya.